Masih diselenggarakan pada acara perkawinan, peresmian rumah dan kematian. Sebagian tari masih popular dalam kegiatan muda-mudi yang disebut 'Guro-guro Aron', yakni sebuah pesta rakyat yang dilakukan menjelang musim tanam padi, ataupun panen. Bahkan tari tradisi ini masih dilaksanakan dalam upacara ritual (kepercayaan lama) bahkan agama baru. Menurut Anton Sitepu, tari tradisi Karo dapat dibagi menjadi dua bagian.
1. Tari Sakral dan Tari Sekular. Tari Sakral adalah tari upacara agama, seperti Tari Tungkat, dan Tari Gundala-gundala. Sedangkan tari Piso Surit, Terang Bulan dan Tari Lima Serangkai adalah tari yang tidak ada hubungannya dengan upacara keagamaan. Sementara tari Komunal adalah tarian yang dilakukan banyak orang untuk kepentingan mereka sendiri, bukan untuk dipertontonkan, tapi tidak ada larangan orang hadir untuk menontonnya.
2. Sedangkan tari Guro-guro Aron adalah tari kaum muda-mudi. Setiap orang muda yang hadir akan mendapat giliran untuk menari sesuai dengan kelompok marga yang disandangnya. Tari Komunal Magis ditemui pada upacara-upacara yang berbau magis, seperti Erpangir Kulau, Raleng Tendi dan Perumah Begu yang didalamnya sarat tari-tarian. Sedangkan tari Tontonan adalah tari yang sengaja digarap untuk dipertontonkan kepada orang lain. Seperti tari Piso Surit, Terang Bulan, Roti Manis, Lima Serangkai serangkai yang memang digarap untuk kebutuhan penonton. Namun ada juga yang dikerjakan lebih serius sebagai seni pertunjukan.
1. Tari Sakral dan Tari Sekular. Tari Sakral adalah tari upacara agama, seperti Tari Tungkat, dan Tari Gundala-gundala. Sedangkan tari Piso Surit, Terang Bulan dan Tari Lima Serangkai adalah tari yang tidak ada hubungannya dengan upacara keagamaan. Sementara tari Komunal adalah tarian yang dilakukan banyak orang untuk kepentingan mereka sendiri, bukan untuk dipertontonkan, tapi tidak ada larangan orang hadir untuk menontonnya.
2. Sedangkan tari Guro-guro Aron adalah tari kaum muda-mudi. Setiap orang muda yang hadir akan mendapat giliran untuk menari sesuai dengan kelompok marga yang disandangnya. Tari Komunal Magis ditemui pada upacara-upacara yang berbau magis, seperti Erpangir Kulau, Raleng Tendi dan Perumah Begu yang didalamnya sarat tari-tarian. Sedangkan tari Tontonan adalah tari yang sengaja digarap untuk dipertontonkan kepada orang lain. Seperti tari Piso Surit, Terang Bulan, Roti Manis, Lima Serangkai serangkai yang memang digarap untuk kebutuhan penonton. Namun ada juga yang dikerjakan lebih serius sebagai seni pertunjukan.
Bagi masyarakat Karo, dikenal istilah uga gendangna bage endekna, yang artinya bagaimana musiknya, harus demikian juga gerakannya (endek). Endek diartikan disini tidak sebagai gerakan menyeluruh dari anggota badan sebagai sebagaimana tarian pada umumnya, tetapi lebih ditekankan kepada gerakan kaki saja. Oleh sebab itu endek tidak dapat disamakan sebagai tari, meskipun unsure tarian itu ada disana. Hal ini disebabkan konsep budaya itu sendiri yang memberi makna yang tidak dapat diterjemahkan langsung kata per kata. Karena konsep tari itu sendiri mempunyai perbedaan konsep seperti konsep tari yang dalam berbagai kebudayaan lainnya. Konsep endek harus dilihat dari kebudayaan karo itu sendiri sebagai pemilik kosa kata tersebut.
Konsep-konsep seperti ini juga dapat kita lihat pada istilah musik bagi masyarakat Karo. Pada masyarakat Karo tidak dikenal istilah musik, dan tidak ada kosa kata musik, tetapi dalam tradisi musik kita mengenal istilah gendang yang terkait dengan berbagai hal dalam 'musik' atau bahkan dapat diterjemahkan juga sebagai musik. Bagi masyarakat Karo gendang bermakna jamak, setidaknya gendang mempunyai lima makna,
- · Ggendang sebagai ensambel musik, misalnya gendang lima sedalanen, gendang telu sedalanen dan sebagainya;
- gendang sebagai repertoar atau kumpulan beberapa buah komposisi tradisional, misalnya gendang perang-perang, gendang guru dan sebagainya;
- gendang sebagai nama lagu atau judul lagu secara tradisional, misalnya gendang simalungen rayat, gendang odak-odak, gendang patam-patam (yang juga terkadang sebagai cak-cak atau style) dan sebagainya;
- gendang sebagai instrument musik, misalnya gendang indung, gendang anak; dan
- gendang sebagai upacara, misalnya gendang guro-guro aron, dan sebagainya. Konsep seperti ini juga berlaku bagi tarian.
Endek dapat diartikan sebagai gerakan dasar, yaitu gerakan kaki yang sesuai dengan musik pengiring (accompaniment) atau musik yang dikonsepkan pada diri sipenari sendiri, karena ada kalanya juga gerakan-gerakan tertentu dapat dikategorikan sebagai tarian, namun tidak mempunyai musik pengiring. Kegiatan menari itu sendiri disebut dengan landek, namun untuk nama tari jarang sekali dipakai kata landek, jarang sekali kita pernah mendengar untuk menyebutkan landek roti manis untuk tari roti manis atau tarian lainnya. Malah lebih sering kita dengar dengan menggunakan istilah yang diadaptasi dari bahasa Indonesia yaitu 'tari', contohnya tidak menyebut Landek Lima Serangke, tapi Tari Lima Serangke. Landek langsung terkait dengan kagiatan, bukan sebagai nama sebuah tarian.
Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam tari karo, yaitu
- · endek (gerakan naik turun kaki),
- jole atau jemole, yaitu goyangan badan, dan
- tan lempir, yaitu tangan yang gemulai, lembut. Namun disamping itu bagaimana ketiga unsur tersebut dapat diwujudkan dalam gerakan-gerakan tari, terkait dengan musik pengiring itu sendiri dan dalam konteks tarian itu sendiri, misalnya dalam tarian adat, muda-mudi, khusus, dan sebagainya.
Gerakan dasar tarian Karo dibagi atas beberapa style yang dalam bahasa Karo disebut dengan cak-cak. Ada beberapa cak-cak yang dikenal pada musik Karo, yang terkait dengan gaya dan tempo sekaligus, yaitu yang dimulai dari cak-cak yang sangat lambat sampai kepada cak-cak yang relative cepat, yaitu antara lain yang lazim dikenal adalah:
- cak-cak simalungen rayat, dengan tempo lebih kurang 60 – 66 jika kita konversi dalam skala Metronome Maelzel. Apabila kita buat hitungan berdasarkan ketukan dasar (beat), maka cak-cak ini dapat kita kategorikan sebagai cak-cak bermeter delapan. Artinya pukulan gung dan penganak (small gong) sebagai pembawa ketukan dasar diulang-ulang dalam hitungan delapan;
- cak-cak mari-mari, yang merupakan cak-cak yang lebih cepat dari cak-cak simalungen rayat. Temponya lebih kurang 70 hingga 80 per menit; cak-cak odak-odak, yang merupakan cak-cak yang temponya lebih kurang 90 – 98 per menit dalam skala Maelzel.
- cak-cak gendang seluk, yaitu cak-cak yang sifatnya progressif, semakin lama semakin cepat, yang biasanya dimulai dari cak-cak patam-patam. Jika dikonversi dalam skala metronome Maelzel, kecepatannya bias mencapai 160-an, dan cak-cak silengguri, biasanya cak-cak ini paling cepat, karena cak-cak ini dipakai untuk mengiringi orang yang intrance atau seluk (kesurupan)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terima kasih karena sudah memberikan kritik maupun saran ...Sukses buat anda.