Anak Terbuang

Setiap kali aku merasa terpuruk karena dirundung masalah yang rasanya tak berkesudahan, ada saja kejadian yang aku alami, yang membuatku sadar bahwa tidak seharusnya aku terus-terusan merasa terpuruk dan sudah sepantasnya aku bersyukur.
Aku bertemu dengan seorang anak laki-laki yang berusia 15 tahun, seumuran dengan adikku yang paling bungsu. Dia datang ke gudang tempat usaha keluarga kami dan meminta agar diberi pekerjaan. Sejujurnya Mama tidak mau menerima anak-anak di bawah umur menjadi pekerja, tapi karena anak itu meminta maka Mama menerima dia menjadi kuli angkut di gudang.
Seperti biasanya, setiap ada kesempatan aku senang mengajak mereka mengobrol, entah saat mereka tengah bekerja atau pun saat sedang istirahat. Hari itu aku mengobrol banyak dengannya. Aku memulai obrolan dengan menanyakan namanya.
“Acin, Kak.” Jawabnya.
Obrolan mengalir dan dari situ aku tahu bahwa Acin adalah anak yatim piatu. Waktu kecil Acin diadopsi oleh orang tua angkatnya, karena mereka tidak bisa memiliki anak. Ketika Acin diadopsi, sang isteri ternyata hamil dan Acin pun memperoleh seorang adik tiri.
Takdir nampaknya kejam. Acin diusir dari rumah karena orang tua angkatnya tidak lagi mampu membiayainya dan dia terpaksa putus sekolah. Dia disuruh mencari sendiri ibunya, yang jelas tidaklah mungkin karena Acin sendiri tidak pernah mengenal ibunya.
Acin sekarang tinggal di sebuah masjid dan belakangan baru ketahuan kalau dia ternyata menderita sakit asma. Mama ingin segera memintanya berhenti bekerja karena Acin tidak seharusnya mengerjakan pekerjaan yang berat. Tapi dengan gigih dia berusaha untuk tetap mau bekerja. Katanya hanya ini satu-satunya cara dia bisa bertahan hidup.
Jujur saja aku merasa malu. Aku malu karena aku pernah merasa ingin menyerah dalam menghadapi cobaan dan beban hidup yang terasa begitu berat. Aku membayangkan Acin yang harus bertahan hidup sebatang kara di usia yang masih sangat muda.
Terkadang aku merasa hidup ini tidaklah adil. Tapi melihat Acin, aku tahu aku salah. Jika dibandingkan dengan Acin, cobaan yang aku hadapi rasanya tidaklah seberapa. Aku masih memiliki keluarga yang akan selalu berada di sampingku dan teman-teman yang akan selalu mendukungku. Hidupku jelas jauh lebih baik dari Acin dan sudah sepantasnya aku bersyukur sambil menjalani hidup dengan senyum.
Pada kesempatan ini aku juga ingin berterima kasih kepada teman-teman blogger yang sudah memberikan dukungan melalui komentar-komentarnya di postingan yang sebelumnya. I really really appreciate that.
sumber http://reginaedith.wordpress.com

1 komentar:

Terima kasih karena sudah memberikan kritik maupun saran ...Sukses buat anda.